Analisis Dampak Perubahan Suhu terhadap Menu Program Makan Bergizi Gratis

Banggai, Globalrakyat.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam upaya memperbaiki kualitas gizi masyarakat, terutama bagi anak sekolah, ibu hamil, serta kelompok rentan. Namun, di tengah upaya besar tersebut, tantangan keamanan pangan masih menjadi sorotan utama, khususnya terkait perubahan suhu selama proses distribusi makanan.

Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah daerah di Indonesia mulai melaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diduga berkaitan dengan konsumsi makanan dari program ini. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran, terutama di daerah tropis seperti Kabupaten Banggai dan wilayah sekitarnya, di mana suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun.

Menariknya, dari berbagai hasil pemantauan lapangan, ditemukan fakta bahwa relawan dapur produksi hampir tidak pernah menjadi korban KLB, meskipun mereka kerap mengonsumsi sisa makanan yang sama dengan penerima manfaat.

Fakta ini memperlihatkan bahwa proses pengolahan di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah berjalan dengan standar higienitas dan keamanan pangan yang baik. Proses pemasakan, penyimpanan, dan pengemasan dinilai sudah memenuhi kaidah sanitasi yang memadai.

Namun demikian, titik kritis yang sering terabaikan justru terletak pada tahap distribusi makanan. Setelah makanan keluar dari dapur, risiko kontaminasi meningkat seiring lamanya waktu pengantaran dan ketidakterkendalian suhu di dalam kendaraan.

Distribusi: Titik Lemah yang Perlu Diperhatikan
Suhu di dalam mobil tertutup pada saat pengantaran dapat mencapai 25–37°C, rentang suhu yang dikenal sebagai “temperature danger zone”. Pada kisaran suhu ini, bakteri patogen seperti Salmonella spp., Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus dapat berkembang biak dengan sangat cepat.
Dalam waktu singkat, makanan yang semula aman dapat berubah menjadi media tumbuh mikroorganisme berbahaya. Kontaminasi sekunder pun bisa terjadi akibat paparan udara panas, kemasan yang tidak tertutup rapat, atau waktu pengantaran yang terlalu lama tanpa pendinginan.

Baca Juga Berita Ini:  Penyelundupan Ratusan Botol Cap Tikus di Pelabuhan Rakyat Luwuk Digagalkan Polisi

Kondisi tersebut menjadi faktor utama yang dapat memicu terjadinya KLB di lapangan, meskipun bahan makanan dan proses masaknya sudah memenuhi standar keamanan pangan.

Suhu : Faktor Kunci Keamanan Pangan
Menurut standar keamanan pangan internasional, suhu ideal untuk menjaga makanan matang tetap aman adalah di bawah 10°C untuk penyimpanan dingin dan di atas 60°C untuk penyimpanan panas. Jika makanan berada dalam suhu di antara kedua batas ini — terutama antara 25–37°C — bakteri akan berkembang biak sangat cepat, bahkan bisa menggandakan jumlahnya setiap 20 menit.

Artinya, setiap menit dalam proses distribusi tanpa pengendalian suhu adalah waktu yang sangat berisiko bagi stabilitas mikrobiologis makanan. Dalam konteks program MBG, kondisi ini semakin krusial karena jarak distribusi yang jauh, jumlah penerima manfaat yang besar, serta durasi pengantaran yang panjang di bawah terik matahari.

Langkah Pencegahan dan Rekomendasi
Untuk meminimalkan risiko kontaminasi akibat suhu, perlu dilakukan beberapa langkah strategis dan berkelanjutan, antara lain:
1. Penggunaan Kendaraan Berpendingin (Refrigerated Box atau AC Sentral)
Armada distribusi harus mampu menjaga suhu makanan di bawah 10°C selama proses pengantaran agar kualitas gizi dan keamanan pangan tetap terjaga.
2. Standarisasi Proses Distribusi
Setiap daerah pelaksana program MBG perlu memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur batas waktu pengantaran, pengecekan suhu, dan pencatatan kondisi makanan di setiap titik distribusi.
3. Pelatihan Petugas dan Relawan Distribusi
Petugas lapangan harus mendapat pelatihan tentang cara menangani makanan aman, cara membaca indikator suhu, dan tindakan cepat bila suhu kendaraan melebihi batas aman.
4. Monitoring dan Evaluasi Rutin
Pemeriksaan suhu kendaraan, kebersihan wadah makanan, serta pengawasan secara acak perlu dilakukan secara berkala oleh dinas kesehatan dan Badan Gizi Nasional.

Baca Juga Berita Ini:  Pejalan Kaki di Moilong Jadi Korban Tabrak Lari, Polisi ke Rumah Duka

5. Penguatan Koordinasi Antarinstansi
Keberhasilan program MBG sangat bergantung pada kolaborasi antara dapur produksi, tim distribusi, sekolah, dan pemerintah daerah. Koordinasi yang baik akan memperkecil potensi terjadinya kesalahan di lapangan.

Menjaga Kualitas Gizi dan Kepercayaan Publik
Program Makan Bergizi Gratis merupakan salah satu wujud nyata kepedulian pemerintah dalam membangun generasi sehat dan berdaya saing. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada disiplin pengawasan dan kontrol suhu makanan dari dapur hingga ke tangan penerima manfaat.

Keamanan pangan bukan hanya tanggung jawab teknis, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Dengan menjaga suhu, kebersihan, dan proses distribusi yang benar, maka cita-cita besar program MBG — menghadirkan makanan aman dan bergizi bagi seluruh anak bangsa dapat tercapai dengan optimal. 

Sumber : RENDRA AZRULSYAH
Penulis : Masyarakat Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *